Skip to main content

Konsep Umum dalam al-Qur'an terhadap Term. Kemiskinan


Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang benar-benar membutuhkan sebuah bantuan dan solusi mengenai kebuTuhan yang selama ini mereka butuhkan. Terdapat beberapa term atau pun istilah yang mengindikasikan terhadap konsep umum Alquran tentang kemiskinan di antaranya, kata miskin, fakir[1], imlaq, al-Sail wa al-Mahrum, ‘aylah dan  al-Qani’ wa al-Mu’tar ;

1.              Term kata miskin dalam Alquran

Secara etimologis term miskin berasal dari kata sakana – yaskunu – maskanah – miskin, yang memiliki arti berhenti bergerak, serupa dengan makna sakata yang berarti diam.[2] Dalam pengertian terminologi, Al-Raghib Al-Ashfahani mengatakan bahwa al-Miskin berarti orang yang tidak memiliki apa-apa.[3]Ibnu Faris berkata :

Huruf “Sin, kaf dan Nun” adalah huruf asli dan umum menandakan pada suatu makna kebalikan dari hal yang bergerak dan bergejolak, seperti dikatakan  sakana asy-syai’u sukunan sakinan’.sehingga dapat dijelaskan bahwa kemiskinan merupakan orang yang ditenangkan oleh


kefakiran dan ia adalah orang yang tidak memiliki apa-apa, atau orang yang memiliki sesuatu yang tidak mencukupi kebuTuhanya.[4]

 

Dalam Alquran sendiri, terdapat 25  ayat yang yang terbentuk dari  sakana  (baik dalam bentuk tunggal atau pun dalam bentuk jamak) yang mengandung arti kemiskinan, di antaranya : kata al-maskanah pada (QS, Al-Baqarah : 61) dan (QS. Ali Imran : 112), kata miskini pada (QS. Al-Baqarah : 184), kata al-miskina pada  (QS. Al-Rum : 38), (QS. Al-Isra : 26), kata miskinan pada (QS. Al-Mujadalah : 4),  kata maskinun pada (QS. Al-Qalam : 24), kata al-miskini pada (QS. Al-Haqah : 34), kata al-miskina pada (QS. Al-Mudatsir : 44), kata al-miskini pada ( QS. Al-Fajr : 18), kata miskinan pada (QS. Al-Balad : 16), (QS. Al-Insan : 8), kata al-miskini pada ( QS. Al-Ma’un : 3),  kata al-masakini pada (QS. Al-Baqarah : 83), kata al-masakina pada (QS. Al-Baqarah : 177), kata al-masakini pada (QS. Al-Baqarah : 215), kata al-masakinu pada (QS. Al-Nisa : 36), kata masakina pada (QS. Al-Maidah : 89, 95), kata al-masakini pada (QS. Al-Anfal : 41), kata al-masakin pada ( QS. Al-Taubah : 60), kata masakina pada (QS. Al-Kahf : 79), kata al-masakina pada (QS. Al-Nur : 22) dan kata al-masakini pada ( QS. Al-Hashr : 7).[5]

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa kata miskin relatif memiliki makna yang sama, yaitu orang-orang miskin. Terkait definisi miskin, dalam riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :

“Bukanlah orang miskin itu orang yang selalu keliling kepada manusia, ia tertolak untuk mendapat satu atau pun dua suap , satu kurma atau dua kura, tetapi yang disebut orang miskin ialah orang yang tidak mendapat sesuatu yang mencukupinya, ia malu untuk meminta-minta kepada manusia, dan tidak ada yang tahu sehingga bisa bersedekah kepadanya. [6]

 

2.              Term kata Faqr dalam Alquran

Kata faqr merupakan bentuk masdar yang berakar dari susunan huruf-huruf fa, qaf dan ra. Kata ini dibaca faqr atau fuqr.[7]Makna dasar yang ditunjukan dalam Alquran di antaranya adalah. Pertama, bermakna perlu atau butuh kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT. Yakni dalam (QS. Al-Qasas : 24) :

فَسَقَىٰ لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّىٰٓ إِلَى ٱلظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَآ أَنزَلۡتَ إِلَيَّ مِنۡ خَيۡرٖ فَقِيرٞ ٢٤

Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku"

 

          Dalam Al-Mu’jam al-Mufahros li Ma’any Alquran Al-Azim dijelaskan bahwa ada tiga ayat yang berisi term faqr beserta kandungan peristiwa di dalamnya yang bermakna butuh kepada Allah, yaitu pada (QS. Fatir 35 : 15 ) dan (QS. Muhammad 47 : 38 ).[8] Term kedua pada kata faqr bermakna azab yang amat dahsyat. hal itu terdapat dalam (QS. Al-Qiyamah : 25) :

تَظُنُّ أَن يُفۡعَلَ بِهَا فَاقِرَةٞ ٢٥

mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat

Menurut Al-Mubarad, term al-faqirah di atas merupakan malapetaka yanug mampu menghancurkan tulang punggung. Kata al-faqirah tersebut berasal dari kata al-fiqrah dan al-faqarah yang bermakna seakan-akan seperti bencana hebat yang hingga sampai memecahkan tulang punggung.[9] Sedangkan menurut Ibnu Katsir, term faqr ini dimaknai dengan kondisi yang lebih buruk dari makna miskin[10], dikarenakan orang fakir tidak sama sekali memiliki harta terkecuali apa yang mereka pakai, dan itu pun hanya satu-satunya yang ia miliki. Sedangkan term miskin dimaknai sebagai suatu kondisi yang lebih baik dari faqr, hal itu dibuktikan oleh Ibnu katsir dengan mengutip ayat Alquran QS. Al-Kahfi : 79.

أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتۡ لِمَسَٰكِينَ يَعۡمَلُونَ فِي ٱلۡبَحۡرِ فَأَرَدتُّ أَنۡ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٞ يَأۡخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصۡبٗا ٧٩

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera

 

Dalam Alquran, term faqr beserta derivasinya diulang sebanyak 14 kali. 3 di antaranya termasuk surat makiyah sedangkan 11 termasuk madaniyah. Adapun term faqr yang memiliki makna miskin adalah sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah [2] : 268 dan QS. Al-Nisa [4] : 6.

ٱلشَّيۡطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلۡفَقۡرَ وَيَأۡمُرُكُم بِٱلۡفَحۡشَآءِۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغۡفِرَةٗ مِّنۡهُ وَفَضۡلٗاۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ ٢٦٨

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui

وَٱبۡتَلُواْ ٱلۡيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُواْ ٱلنِّكَاحَ فَإِنۡ ءَانَسۡتُم مِّنۡهُمۡ رُشۡدٗا فَٱدۡفَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ أَمۡوَٰلَهُمۡۖ وَلَا تَأۡكُلُوهَآ إِسۡرَافٗا وَبِدَارًا أَن يَكۡبَرُواْۚ وَمَن كَانَ غَنِيّٗا فَلۡيَسۡتَعۡفِفۡۖ وَمَن كَانَ فَقِيرٗا فَلۡيَأۡكُلۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِذَا دَفَعۡتُمۡ إِلَيۡهِمۡ أَمۡوَٰلَهُمۡ فَأَشۡهِدُواْ عَلَيۡهِمۡۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ حَسِيبٗا ٦

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)

 

3. Term Imlaq dalam Alquran

Term imlaq merupakan pola masdar dari kata amlaqa yang berarti fakir.[11]Dalam Alquran kata imlaq diulang sebanyak dua kali, yakni dalam QS. Al-Isra [17] : 31 dan QS. Al-An’am [6] : 151 sebagai berikut :

وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ خَشۡيَةَ إِمۡلَٰقٖۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُهُمۡ وَإِيَّاكُمۡۚ إِنَّ قَتۡلَهُمۡ كَانَ خِطۡ‍ٔٗا كَبِيرٗا ٣١

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar

 

۞قُلۡ تَعَالَوۡاْ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَيۡكُمۡۖ أَلَّا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗاۖ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُم مِّنۡ إِمۡلَٰقٖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَإِيَّاهُمۡۖ وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَۖ وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ١٥١

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)

Menurut Ibnu Manzur makna imlaq adalah banyak membelanjakan harta dan boros  terhadapnya sehingga mengakibatkan datangnya kebuTuhan.[12]Makna lain dari imlaq adalah takut miskin yang dimana makna ini merupakan pelengkap terhadap makna di atas. Merujuk kepada ayat di atas, maka imlaq itu terjadi karena adanya anak dan biaya untuk kebuTuhan hidup yang kian bertambah. Sehingga ketidak cukupan  itulah yang dianggap menjadi penyebab timbulnya  kemiskinan.

4.              Term Al-Sail wa al-Marhum dalam Alquran.

Al-Sail merupakan isim fa’il dari kata kerja fa’ala yang berarti orang yang meminta. Begitu pun dengan bentuk masdarnya yang beragam, di antaranya sual, saalah, mas’alah, tas’al dan sa’alah.[13]Adapun perincian dari keenam kategori dari term tersebut ialah, pertama, Al-Su’al al-Istifhamy (permintaan keterangan), kedua, Al-Su’al al-Istifham al-Inkary (pertanyaan bersifat ingkar), ketiga Al-Su’al al-Istifham al-Taubikhy (pertanyaan bersifat menegur), keempat, Al-Su’al al-Istifham (pertanyaan bersifat menetapkan), kelima, Su’al Hisab (pertanyaan perhitungan) dan keenam, Al-Sual al-Thalaby (permintaan suatu tuntutan).[14]

Sedangkan kata al-mahrum merupakan isim maf’ul dari kata kerja haruma – yahrumu yang memiliki makna mencegah. Terdapat dua ayat dalam Alquran yang menyebutkan istilah al-sail wa al-mahrum, yakni (QS. Al-Dzariyat [15] : 19 ) dan (QS. Al-Ma’arij [70] : 25.[15]

وَفِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ١٩

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian

لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ٢٥

Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)

 

Secara konteks, term mahrum memiliki dua makna. Pertama, berdasarkan kronologis nuzul yang diriwayatkan oleh al-Thabari, yaitu sekelompok orang yang datang setelah terjadi peperangan dan setelah harta ghanimah dibagikan. Sesuai dengan dalil inilah nabi Allah Ibrahim mengatakan bahwa al-mahrum merupakan orang yang tidak mendapatkan harta fay’. Mereka termasuk kalangan yang bernasib buruk.[16]

Kedua, term marhrum bermakna orang yang tidak mengharapkan harta baginya. Mahrum digambarkan sebagai seseorang yang menjaga kehormatan dirinya. Sehingga orang lain yang tidak mengetahuinya menyangkannya sebagai orang yang berkecukupan. Oleh karena itu, ia tidak mendapatkan sedekah dari mayoritas orang.[17]

5.              Term  Aylah dalam Alquran

Term ‘aylah berasal dari kata ‘ala – ya’ilu dengan bentuk fa’ilnya yakni ‘ail. Menurut Ibnu Manzur bahwa ‘aylah bermakna membutuhkan.[18]

Terdapat setidaknya dua ayat dalam Alquran yang menggunakan kata ‘aylah, yakni dengan bentuk isim fa’il berupa ‘ail dan dalam bentuk masdar berupa ‘ailatun.[19] Keduanya terulang dalam (QS. Al-Dhuha : 8) dan (QS. Al-Taubah : 28).

 وَوَجَدَكَ عَآئِلٗا فَأَغۡنَىٰ ٨

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسٞ فَلَا يَقۡرَبُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَٰذَاۚ وَإِنۡ خِفۡتُمۡ عَيۡلَةٗ فَسَوۡفَ يُغۡنِيكُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦٓ إِن شَآءَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٢٨

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

 

Berbeda dari term faqir yang berkonotasi pada harta, term ‘ayla menurut Raghib Al-Ashfahani berkonotasi pada faqir terhadap rahmat dan pengampunan Allah SWT. Seperti halnya dalam QS. Al-Dhuha : 8, “ Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang kekurangan”, lalu dia memberikan kecukupan”, maksudnya ialah kekurangan rahmat dan pengampunan Allah, lalu Allah melebihkan rahmat dan pengampunanya kepada Nabi Muhammad.[20]

Berbeda dengan pendapat para mufasir lainya seperti  Sayyid Qutb, Zamakhsyari dan Al-Baidhawi. Menurut Sayyid Qutb dan Al-Zamakhsyari kata ‘ail dimaknai sebagai orang yang membutuhkan harta.[21] Sedangkan menurut Al-Baidhawi kata ‘ail dimaknai sebagai kondisi Nabi Muhammad yang fakir, kemudian dijadikan kaya dengan perniagaan yang dilakukanya.

6.              Term Al-Qani’ wa Al-Mu’tar dalam Alquran

Term Qani’ dan Term Mu’tar merupakan dua term yang memiliki makna hampir sama meskipun ada beberapa perbedaan. Term Qoni’ berasal dari dua bentuk wazan yakni dari kata qani’a – yaqna’u – qana’ah yang berarti rida, dan qana’a – yaqna’u – qunu’ yang berarti meminta.[22]Dalam Alquran terdapat dua ayat yang menyebutkan term al-Qani’ dan mustahaqnya, yaitu QS. Al-Hajj [22] : 36 dan QS. Ibrahim [14] : 36.

وَٱلۡبُدۡنَ جَعَلۡنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمۡ فِيهَا خَيۡرٞۖ فَٱذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَيۡهَا صَوَآفَّۖ فَإِذَا وَجَبَتۡ جُنُوبُهَا فَكُلُواْ مِنۡهَا وَأَطۡعِمُواْ ٱلۡقَانِعَ وَٱلۡمُعۡتَرَّۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرۡنَٰهَا لَكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٣٦

Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi´ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur

 

مُهۡطِعِينَ مُقۡنِعِي رُءُوسِهِمۡ لَا يَرۡتَدُّ إِلَيۡهِمۡ طَرۡفُهُمۡۖ وَأَفۡ‍ِٔدَتُهُمۡ هَوَآءٞ ٤٣

Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong

 

Sementara Term al-Mu’tar  menurut Ibnu Manzur diartikan sebagai orang yang mengelilingimu dengan tujuan mencari apa yang ada padamu dengan meminta atau diam. [23]Dalam Alquran sedikitnya terdapat dua ayat  yang menyebutkan term al-Mu’tar beserta kata jadianya, yakni pada QS. Ibrahim [14] : 43 di atas dan QS. Al-Fath [48] : 25

 

هُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَصَدُّوكُمۡ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَٱلۡهَدۡيَ مَعۡكُوفًا أَن يَبۡلُغَ مَحِلَّهُۥۚ وَلَوۡلَا رِجَالٞ مُّؤۡمِنُونَ وَنِسَآءٞ مُّؤۡمِنَٰتٞ لَّمۡ تَعۡلَمُوهُمۡ أَن تَطَ‍ُٔوهُمۡ فَتُصِيبَكُم مِّنۡهُم مَّعَرَّةُۢ بِغَيۡرِ عِلۡمٖۖ لِّيُدۡخِلَ ٱللَّهُ فِي رَحۡمَتِهِۦ مَن يَشَآءُۚ لَوۡ تَزَيَّلُواْ لَعَذَّبۡنَا ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡهُمۡ عَذَابًا أَلِيمًا ٢٥

Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan)nya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yag kafir di antara mereka dengan azab yang pedih

 

Adapun persamaan dan perbedaan  antara term Qani’ dan Mu’tar ialah bahwa kedua term tersebut sama-sama memiliki arti faqir. Namun perbedaanya terletak pada bentuk realisasinya. Term Qani’ bermakna tidak secara tegas meminta dan rela dengan apapun yang ia dapatkan, sedangkan term al-Mu’tar secara tegas meminta bahkan secara tegas Ibnu manzur menjelaskan hingga sampai mengelillingi dengan maksud meminta.

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa dari banyaknya term-term tentang kemiskinan dalam Alquran, masing-masing dari term itu menunjukan makna yang sama yakni, sama-sama memiliki makna yang menunjukan pada kondisi yang diakibatkan oleh kekurangan harta. Namun, dari kesamaan tersebut ada yang memaknai kekurangan harta itu merpakan suatu tindakan untuk menjaga kehormatan dirinya seperti dalam (QS. Al-Dzariyat [15] : 19 ) dan (QS. Al-Ma’arij [70] : 25,  yang mengakibatkan ketakutan seperti yang dijelaskan pada QS. Al-Isra [17] : 31 dan QS. Al-An’am [6] : 151, atau yang mengindikasikan meminta-minta seperti dalam QS. Al-Hajj [22] : 36 dan QS. Ibrahim [14] : 36.



[1] Tri Cahya dengan judul “ Kemiskinan Ditinjau Dari Persfektif Alquran Dan HadisVol.9, No. 1, hlm.45

[2] Muhammad bin Mukarram bin ‘ali, Lisanu al-Arabi, Vol. 5, (Beirut :Dar Sadir, 1414 H), hal. 60

[3] Abu Qasim Muhammad Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Al-Gharib Al-Qur’an, (Beirut : Dar Al-Ma’rifah, tth).,hlm. 237

[4] Ibnu Faris, Mu’jam Muqayis, Juz 3., hlm. 88

[5] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mu’jam Mufahrasy fi al-Fadzi Alquran, (kairo : Dar al-Hadits, 1364 H), hl. 353-354

[6] Imam Ahmad Ibn Muhammad ibn Hanbal, Al-Musnad, Juz 8 ( Kairo : Dar Al-Hadist).,hlm 227

[7] Muhammad ibn Mukrim Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, vol.13 (t.k : t.p , t.t )., hlm,211.

[8] Muhammad Bisam Rushdy Al-Zain, Al-Mu’jam Al-Mufahros li Ma’any Al-Quran Al-Azim, (Damaskus : Dar Al-Fikr, 1995), Vol. 2, 904.

[9] Abu ‘Abdillah Muhammad ibn ‘Amr Al-Taimy Al-Razi, Mafatih Al-Ghaib, (Maktabah Al-Shamilah Al-Isdar Al-Thani), Juz 16., hlm. 202

[10] Abu Al-Fida’ Ismail Ismail Ibn ‘Amr Ibn Katsir, Tafsir Alquran Al-Adzim, (t.k : Dar Tayyibah, 1999).,Vol.1.,hlm. 705

[11] Muhammad ibn Mukrim ibn Manzur, Lisan al-‘Arabi, vol. 10.,hlm. 347

[12] Muhammad ibn Mukrim Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, vol.10.,hlm. 347

 

[13] Muhammad ibn Mukrim Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, vol.11.,hlm. 318

[14] Muhammad Bisam Rushdy Al-Zain, Al-Mu’jam Al-Mufahros li Ma’any Al-Quran Al-Azim, (Damaskus : Dar Al-Fikr, 1995), Vol. 2, 904.

[15] Abdul Baqi, Mu’jam Mufahrasy fi al-Fadzi Alquran,), hlm. 199

 

[16] Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan, Vol 22.,hlm. 417

[17] Syihahabuddin Mahmud Al-Alusy, Ruh Al-Ma’any fi Tafsir Al-Quran Al-‘Azim wa Al-Sab’ Al-Mathany.(Maktabah Al-Shamilah Al-Isdar Al-Thani ).,Vol. 19.,hlm. 373

[18] Muhammad ibn Mukrim Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, vol.11.,hlm. 488

[19] Abdul Baqi, Mu’jam Mufahrasy fi al-Fadzi Alquran, , hlm. 495

 

[20]             Abu Qasim Muhammad Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Al-Gharib Al-Qur’an, (Beirut : Dar Al-Ma’rifah, tth).,hlm. 354

[21]             Sayyid Qutb, Tafsir Fizilali AlQuran  (Dibawah Naungan Alquran).Terj. As’ad Yasin, Abdul Aziz Salim Basyarahil dan Muchotob Hamzah (Jakarta : Gema Insani Press, 2004).,Jilid. XII., hlm. 291

[22] Raghib Al-Ashfahani, hlm. 413

[23] Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, vol.4.,hlm. 555

 


Comments

Popular posts from this blog

Penafsiran Al-Qur'an Dr. Hassan Hanafi terhadap pengentasan kemiskinan

   Konsep Pengentasan Kemiskinan Dalam Tafsir Hassan Hanafi Hassan Hanafi membuka kesadaran manusia akan arti pentingnya kesejahteraan umat. Dalam pemikiranya, ia berkata bahwa setiap manusia mesti memiliki pola pikir mengada dalam dunia ( being in the world, aussein, in-der-welt-sein ) yang menunjukan adanya hubungan dengan kesadaran individu dengan alam, dunia benda-benda. [1] Kemiskinan merupakan salah satu problem kemasyarakatan yang secara realitas marak terjadi di berbagai belahan dunia yang semestinya menjadi kesadaran setiap individu. Sementara itu, pemikiran manusia hanya melahirkan gejolak yang baru yang hanya memecahkan masalah secara sepihak. Allah SWT telah menurunkan Alquran sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh manusia. Dan Alquran meliputi segala sesuatu. [2] Dengan demikian, Hassan Hanafi memberikan sebuah penafsiran Alquran yang bermula dari kenyataan umat manusia. Sehingga munculah sebuah penafsiran yang bertemakan harta ( mal ) sebagai salah satu konsep masla

MENGENAL TAFSIR IJMALI

A.     Definisi Tafsir Ijmali sebagai Metode Penafsiran Tafsir secara Bahasa mengikuti wazan taf’il , berasal dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti kata kerja wazan daraba yadribu dan nashara yanshuru . Dikatakan fasara ( asy-syai’a ) yafsiru dan yafsuru , fasran dan fassarahu artinya abaanahu (menjelaskanya). Sehingga kata tafsir secara bahasa menurut Manna Qathan ialah menyingkap. [1] Sementara tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan oleh Abu Hayyan ialah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz al-Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang melengkapinya. [2] Sementara menurut Ali Ashabuni adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengetahui penjel

Pandangan Mufassir Klasik hingga Modern terkait problem kemiskinan

Para mufasir telah memberikan penjelasan mengenai kemiskinan dalam Alquran. Salah satunya ialah seorang mufasir yang bernama Quraish syihab yang memiliki sebuah karya tafsir yang bernama Tafsir Al-Misbah .   Menurut Quraish syihab, kemiskinan merupakan orang yang tidak memiliki sesuatu untuk memenuhi kebuTuhan hidupnya, dan diamnya itulah yang menyebabkan kefakiranya. [1] Menurutnya pula, terdapat ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang kemiskinan dan ayat-ayat tersebut bernada kritik so s ial, seperti yang terdapat QS. Al-An’am : 151 : ۞قُلۡ تَعَالَوۡاْ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَيۡكُمۡۖ أَلَّا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗاۖ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُم مِّنۡ إِمۡلَٰقٖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَإِيَّاهُمۡۖ وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَۖ وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ١٥١ Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diha